Siapa Bilang Pasien Jantung Tidak Bisa Berolahraga?

Sekitar 12% dari semua kematian di Amerika Serikat terkait dengan kurangnya aktivitas fisik yang teratur (sedentary lifestyle). Risiko penyakit jantung koroner (PJK-red) prematur meningkat setidaknya dua kali lipat pada mereka yang tidak memiliki aktivitas fisik yang teratur. Mereka dengan aktivitas fisik yang optimal memiliki risiko 30-40% lebih rendah untuk PJK dan stroke. Dalam artikel ini saya akan memfokuskan pembahasan mengenai manfaat olahraga untuk pasien yang sudah terdiagnosis berpenyakit jantung koroner, dimana sudah terdapat penyempitan pembuluh darah yang mengganggu suplai darah ke jantung; dengan kata lain dalam konteks rehabilitasi jantung.
Manfaat Olahraga bagi penderita PJK
Sebelumnya saya minta maaf karena membawa berita buruk untuk mereka yang sudah divonis sebagai penyandang PJK; olahraga tidak akan “menyembuhkan” anda dari penyempitan pembuluh darah. Memang ini bukan sulap, plak aterosklerosis yang sudah menyusup ke lapisan pembuluh koroner tidak bisa serta merta dihilangkan begitu saja. Intervensi kedokteran dengan pemasangan ring/stent (angioplasty) atau bedah pintas jantung (bypass) dapat membantu, namun tentu dengan biaya yang tidak murah. Bagaimanapun lebih baik mencegah timbulnya PJK bila anda mengetahui diri anda berisiko dan punya potensi untuk itu (pencegahan primer) daripada mengobati. Jujur saja, pasien penyakit jantung cenderung membutuhkan obat-obatan yang banyak, manjadi korban polifarmasi, bahkan beberapa pasien tampak seperti “apotek berjalan”, hanya untuk menyambung hidupnya.
Berita baiknya, dengan minum obat-obatan dan olahraga, para penderita PJK dapat mencegah terjadinya serangan jantung yang fatal, jangan sampai plak koroner yang sudah matang pecah dan menyumbat total aliran darah secara mendadak. Olahraga masih membawa manfaat yang sangat  besar bagi penyandang PJK  :
  1. Menurunkan angka kematian secara umum, dan angka serangan jantung ulang secara bermakna.
  2. Merangsang pembentukan “kolateral”. Sungguh ajaib ciptaan Tuhan, apabila terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otot jantung, pembuluh koroner dapat membentuk pintasan-pintasan pembuluh darah ekstra dari cabang-cabang yang masih sehat lewat proses angiogenesis. Walaupun pembuluh darah baru ini tidak sebaik aslinya, setidaknya dapat membantu memberikan sedikit nutrisi dan biasanya keluhan angina (nyeri dada khas jantung) juga akan berkurang.
  3. Mengurangi proses peradangan yang menjadi penyebab dasar kerusakan lapisan pelindung pembuluh koroner (endotel) sehingga progresivitas PJK dapat ditahan.  Dengan membaiknya endotel, pembuluh menjadi lebih elastis dan kapasitas pelebarannya membaik.
  4. Menghambat penumpukan plak aterosklerosis dalam pembuluh koroner, bahkan dalam derajat tertentu dikatakan dapat mengikis plak tersebut.

Program latihan untuk penderita PJK
Program latihan untuk pasien yang sudah diketahui memiliki PJK harus dirancang sesuai dengan kondisi kesehatan dan level kemampuan fisik masing-masing individu. Karena itu, sebaiknya dilakukan uji latih (biasanya berupa treadmill test) di poliklinik jantung terdekat terlebih dahuulu untuk mengetahui tingkat risiko dan kapasitas fungsional awal pasien, sehingga intensitas pemberian dan tipe latihan terbaik dapat disesuaikan.
Metode pemberian latihan pada pasien PJK
Biasanya untuk prinsip pemberian latihan sebagai bagian dari rehabilitasi pada pasien PJK kami memakai singkatan “ F-I-I-T-T”, agar mudah dijabarkan secara sistematis.
F : Frequency
Frekuensi latihan yang disarankan adalah minimal 3-5 x /minggu untuk mencapai perbaikan kapasitas fungsional yang bermakna.
I : Intensity
Menentukan intensitas dari latihan biasanya dilakukan berdasarkan denyut nadi maksimal pasien (HR max). HR max menurut usia didapatkan dengan rumus (220-usia saat ini). Misal usia pasien 30 tahun maka HR max adalah 190x/menit. Periksalah nadi pergelangan anda saat latihan untuk mengetahui apakah target denyut nadi anda sudah tercapai untuk intensitas tertentu. Cara yang praktis adalah menghitung jumlah denyutan dalam 10 detik, kemudian dikalikan dengan 6, akan didapatkan kisaran denyut nadi latihan per menit.
Latihan ringan bila denyut nadi latihan mencapai <60% HR max. Latihan sedang antara 60-79% HR max dan latihan berat 80-90% dari HR max. Misalnya, untuk pasien usia 30 tahun diatas, intensitas dikatakan sedang bila denyut nadi saat latihan berkisar antara (60%x190=114x/menit) dan (79%x190=150x/menit). Sedangkan intensitas sangat berat (>90%) tidak disarankan untuk penderita sakit jantung.
-  I : Increment
Bagaimana cara menaikkan intensitas latihan ? Program latihan harus dimulai dari intensitas ringan dahulu selama periode 4-6 minggu barulah ditingkatkan ke intensitas sedang. Periode ini disebut periode latihan yang sebenarnya atau periode pengkondisian. Selama 4-5 bulan berikutnya pada level latihan perlahan-lahan dapat ditingkatkan hingga batas atas intensitas sedang. Bila sudah mencapai tahap ini, intensitas dapat dipertahankan untuk seterusnya sebagai bagian dari hidup sehari-hari. Supervisi diperlukan untuk kelas risiko pasien tertentu.
-  T : Type
Moda latihan haruslah tipe latihan yang menggunakan sekelompok besar otot dan bersifat aerobik, seperti berjalan, jogging, bersepeda, mengayuh, naik tangga dan aktivitas ketahanan (endurance) lainnya. Moda latihan yang dipilih haruslah menyenangkan untuk individu dan cukup sederhana agar kepatuhan untuk berolahraga baik.
-  T : Time
Durasi yang direkomendasikan untuk tiap sesi latihan adalah 30-50 menit yang terdiri atas 3 fase :
  1. Fase Warm up selama 5-10 menit terdiri atas peregangan, dan aktivitas aerobik bertahap untuk meningkatkan nadi hingga target yang ditentukan. Peningkatan bertahap ini bertujuan untuk menekan risiko komplikasi.
  2. Fase Training/conditioning minimal 20 menit dan idealnya 30-45 menit aktivitas aerobik berkesinambungan
  3. Fase Cool down selama 5-10 menit, melibatkan latihan intensitas rendah dan merupakan pemulihan dari fase conditioning. Bila tidak dilakukan cooling down, darah yang kembali ke jantung berkurang secara mendadak sementara kebutuhan konsumsi oksigen jantung masih tinggi sehingga dapat terjadi konsekuensi seperti hipotensi, angina, aritmia.
Namun ingat, dalam konteks rehabilitasi jantung, OLAHRAGA hanyalah salah satu pilar dari pencegahan sekunder. Perhatian juga harus diberikan pada MODIFIKASI FAKTOR RISIKO (manajemen berat badan, stop rokok, konseling nutrisi, kontrol darah tinggi/diabetes/kolesterol) dan MANAJEMEN PSIKOSOSIAL.  Depresi, kegelisahan dan penyangkalan jamak dijumpai pada pasien pasca serangan jantung, hingga 20%. Depresi terkait dengan kapasitas olahraga yang rendah, kurang energik, lebih murah capek, dan penurunan kualitas hidup. Wanita, terutama perempuan muda, sangat rentan terhadap depresi. Karena itu kerjasama lintas batas dengan psikologi dan psikiater juga diperlukan pada kasus-kasus tertentu.
Ready ? Set … Go! Selamat berolahraga. Jangan takut karena manfaatnya jauh lebih besar daripada risikonya. Yayasan Jantung Indonesia telah mempopulerkan senam jantung sehat yang dapat diakses melalui Youtube :
Bila ada yang masih kurang jelas, konsultasikan dengan kardiolog terdekat.
Referensi :
  1. Cardiac Rehabilitation Manual. Springer, 2011.
  2. Antman EM, Anbe DT, Armstrong PW, et al. ACC/AHA guidelines for the management of patients with ST-elevation myocardial infarction: executive summary: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1999 Guidelines on the Management of Patients with Acute Myocardial Infarction) J Am Coll Cardiol 2004;44:671-719
  3. Wanger N.K. Current Status of Cardiac Rehabilitation. J Am Coll Cardiol, 2008; 51:1619-1631, doi : 10.1016 / j.jacc.2008.01.030.
Dr Alexander Edo Tondas
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
Facebook : tondas2000@gmail.com

0 Response to "Siapa Bilang Pasien Jantung Tidak Bisa Berolahraga?"

Posting Komentar